Tenaga kerja merupakan faktor produksi produksi yang unik dan berbeda dengan faktor produksi lainnya seperti modal. Perbedaan utama adalah sumberdaya tenaga kerja tidak dapat dipisahkan secara fisik dari tenaga kerja itu sendiri. Menurut Soekartawi (1993) setiap usaha pertanian yang akan dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja. Oleh karena itu dalam analisis ketenagakerjaan bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Skala usaha akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Biasanya usaha pertanian skala kecil akan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak perlu tenaga kerja ahli (skilled). Tenaga kerja dalam kegiatan usaha tani dapat bersumber dari dalam keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja dalam keluarga sebagian besar berasal dari keluarga petani yang terdiri dari ayah sebagai kepala keluarga, istri dan anak, sedangkan tenaga kerja dari luar keluarga dapat berupa tenaga kerja harian atau borongan. Sistem pembayaran tenaga kerja dari luar keluarga dapat berupa pembayaran secara tunai maupun dengan bagi hasil yang didapat dari penjualan hasil dengan yang besarnya tergantung kesepakatan.
Salah satu perubahan yang terjadi dalam konversi tanaman karet ke kelapa sawit adalah alokasi penggunaan tenaga kerja. Realokasi penggunaan tenaga kerja yang terjadi akibat konversi tanaman dapat berasal dari dalam maupun luar keluarga. Perbandingan jumlah alokasi penggunaan tenaga kerja pada usaha tani karet dan kelapa sawit dihitung pada tanaman menghasilkan. Hal ini dikarenakan konversi tanaman yang dilakukan pada saat umur tanaman masih produktif atau menghasilkan.
Penggunaan rata-rata tenaga kerja dalam dan luar keluarga yang dihitung pada tanaman menghasilkan meliputi pada kegiatan pemupukan tanaman, penyiangan gulma, pengendalian hama penyakit dan pemanenan. Alokasi penggunaan tenaga kerja dalam dan luar keluarga pada usaha tani karet dan kelapa sawit per hektar per tahun disajikan pada Tabel 25.
Tabel 25 Alokasi penggunaan tenaga kerja pada usaha tani karet dan kelapa sawit tahun 2013 per hektar per tahun di lokasi penelitian
Kegiatan
Penggunaan Tenaga Kerja (HOK)
Karet Kelapa Sawit
TKDK TKLK TKDK TKLK Pemupukan 4.85 - 2.10 4.24 Penyiangan 4.34 - 1.56 3.28 Pengendalian HPT 3.86 - 2.15 4.10 Pemanenan 63.94 - 50.06 17.33 Jumlah 76.99 - 55.87 28.95
Sumber : data primer (diolah)
Tabel 25 menunjukkan bahwa alokasi waktu tenaga kerja pada usaha tani karet, petani sampel hanya menggunakan tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga, sedangkan pada usaha tani kelapa sawit menggunakan tenaga kerja baik yang berasal dari dalam keluarga maupun luar keluarga. Alokasi waktu yang digunakan untuk kegiatan perawatan dan pemeliharaan tanaman pada usaha tani kelapa sawit relatif lebih banyak atau instensif jika dibandingkan dengan pemeliharaan dan perawatan tanaman karet. Total alokasi waktu yang digunakan untuk kegiatan perawatan dan pemeliharaan tanaman karet hanya sebesar 13.05 HOK/ha/tahun, sedangkan pada usaha tani kelapa sawit sebesar 17.43 HOK/ha/tahun, dengan penggunaan tenaga kerja dalam keluarga sebesar 5.81 HOK/ha/tahun dan tenaga kerja luar keluarga sebesar 11.62 HOK/ha/tahun. Namun, pada kegiatan pemanenan, tanaman karet memerlukan penggunaan waktu tenaga kerja yang lebih instensif dibandingkan dengan tanaman kelapa sawit. Hal ini dikarenakan kegiatan penyadapan karet dilakukan hampir setiap hari jika kondisi cuaca tidak hujan, sedangkan pemanenan tandan buah segar kelapa sawit dilakukan setiap dua minggu sekali. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada saat pemanenan buah sawit yang telah matang dilakukan agar kegiatan pemanenan buah dapat berjalan dengan cepat dan selesai dalam satu hari saja. Hal ini dilakukan untuk menghindari kerugian akibat harga buah sawit yang rendah bila dijual lebih dari satu hari. Buah sawit yang akan diolah dengan waktu panen lebih dari sehari akan menyebabkan kandungan asam lemak bebasnya tinggi mempengaruhi kualitas minyak yang dihasilkan.
Penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada usaha tani kelapa sawit relatif berkurang disebabkan adanya penambahan tenaga kerja luar keluarga. Pengusahaan tanaman karet akan menyita curahan waktu yang dimiliki petani untuk sepenuhnya digunakan dalam kegiatan budidaya perkebunan karet. Dari hasil survei dilokasi penelitian diketahui bahwa petani sampel kelapa sawit yang mengkonversi tanaman karet menjadi kelapa sawit memiliki sumber pekerjaan lain selain berkebun kelapa sawit. Dengan demikian kegiatan konversi tanaman yang dilakukan petani berdampak terhadap alokasi waktu petani untuk mendapatkan peluang mencari alternatif pekerjaan lain diluar usaha tani kelapa sawit. Pekerjaan lain yang dimiliki petani sampel kelapa sawit dalam bidang perdagangan sebanyak 9 orang (28.13%), sektor jasa sebanyak 8 orang (25%), karyawan swasta sebanyak 6 orang (18.75%), wirausaha sebanyak 4 orang (12.50%) dan usaha ternak sebanyak 5 orang (15.63%). Distribusi sumber
pekerjaan lain yang dimiliki oleh petani sampel kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Distribusi pekerjaan sampingan petani kelapa sawit
Selain terjadinya perubahan alokasi waktu pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, konversi tanaman perkebunan karet ke kelapa sawit juga berdampak terhadap penggunaan tenaga kerja luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja luar keluaga pada usaha tani kelapa sawit mampu menciptakan kesempatan kerja bagi buruh tani harian. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga pada usaha tani kelapa sawit meliputi kegiatan pemupukan, penyiangan gulma, pengendalian hama penyakit dan pemanenan. Petani kelapa sawit harus menganggarkan biaya untuk upah buruh tani harian yang tidak pernah dilakukan sebelumnya pada usaha tani karet dikarenakan sepenuhnya hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga saja. Penggunaan tenaga kerja luar keluarga terbesar dibutuhkan terutama pada kegiatan pemanenan. Hal ini dikarenakan untuk melakukan pemanenan TBS diperlukan proses yang cepat agar hasil panen TBS tidak rusak. Upah yang harus dikeluarkan oleh petani kelapa sawit akibat penggunaan tenaga kerja luar keluarga dengan jumlah total 28.95 HOK adalah sebesar Rp868 500/ha/tahun. Untuk lebih jelasnya mengenai rata-rata upah yang dikeluarkan petani untuk tahap kegiatan pada usaha tani kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 26.
Tabel 26 Rata-rata pengeluaran untuk upah buruh tani pada per tahap kegiatan budidaya kelapa sawit tahun 2013 di lokasi penelitian
Kegiatan Unit Harga/unit (Rp) Jumlah (Rp) Nilai (Rp) Pemupukan HOK 30 000 4.24 127 200 Penyiangan HOK 30 000 3.28 98 400 Pengendalian HPT HOK 30 000 4.10 123 000 Pemanenan HOK 30 000 17.33 519 900 Jumlah 28.95 868 500
Sumber : data primer (diolah) 2013
Perdagangan
Sektor jasa Swasta
Wirausaha
6.2.4.2 Penggunaan Pupuk
Pupuk merupakan salah satu sarana produksi yang digunakan dalam kegiatan usaha tani karet dan kelapa sawit. Pemupukan bertujuan agar tanaman yang dibudidayakan dapat tumbuh dengan baik. Pupuk terdiri dari pupuk organik dan non organik. Pupuk organik merupakan pupuk yang berupa campuran bahan- bahan yang terdapat dialam, seperti pupuk kandang dan kompos, sedangkan pupuk non organik merupakan pupuk kimia yang dibuat dipabrik dengan menambahkan zat-zat kimia tertentu pada pupuk yang akan dihasilkan. Penggunaan pupuk yang tepat waktu dan dosis pada kegiatan usaha tani sangat penting karena akan berpengaruh terhadap produktivitas tanaman.
Konversi tanaman karet ke kelapa sawit mengakibatkan perubahan dalam penggunaan sarana produksi seperti pupuk sehingga berdampak terhadap biaya usaha tani yang harus dikeluarkan oleh petani. Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan jumlah penggunaan pupuk pada usaha tani kelapa sawit relatif lebih besar jumlahnya jika dibandingkan dengan usaha tani karet. Hal ini dikarenakan kelapa sawit membutuhkan dosis dan jumlah pupuk yang relatif besar jumlahnya agar produktivitas tanaman menjadi tinggi. Selain menggunakan pupuk kimia, petani kelapa sawit juga menggunakan pupuk organik seperti pupuk kandang. Penggunaan pupuk organik dapat menjadi alternatif apabila harga pupuk mahal dan keberadaannya langka dipasaran. Aplikasi penggunaan pupuk kandang tidak dilakukan pada perkebunan karet. Hal ini untuk menghindari serangan penyakit yang timbul dari penggunaan kotoran ternak. Penggunaan Jumlah dan nilai penggunaan pupuk pada usaha tani karet dan kelapa sawit disajikan pada Tabel 27.
Tabel 27 Rata-rata jumlah dan nilai penggunaan pupuk pada tanaman menghasilkan karet dan kelapa sawit per hektar per tahun
Uraian Harga/unit (Rp/kg)
Karet Kelapa Sawit
Jumlah (kg) Nilai (Rp) Jumlah (kg) Nilai (Rp) Urea 2 800 68.40 167 423 93.44 261 672 SP-36 2 600 47.49 123 470 71.84 186 783 KCL 3 800 60.61 230 323 69.42 263 812 Pupuk kandang 650 - - 135.62 88 156 Jumlah 176.50 545 322 370.33 800 388
Sumber : data primer (diolah) 2013
Tabel 27 menunjukkan bahwa penggunaan sarana produksi pupuk yang dikeluarkan petani kelapa sawit lebih besar jika dibandingkan dengan pada usaha tani karet. Hal ini disebabkan pengelolaan tanaman perkebunan kelapa sawit mempunyai biaya pemeliharaan yang besar. Namun, jika dilihat dari jumlah nilai yang dikeluarkan menunjukkan bahwa perbedaan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk antara usaha tani karet dengan kelapa sawit masih relatif kecil. Berdasarkan data yang diperoleh dilapangan, selain keterbatasan pembiayaan yang dimiliki, orientasi petani kelapa sawit dalam hal pengelolaan perkebunan kelapa sawit masih sama ketika mereka mengelola perkebunan karet. Kondisi ini tentu berdampak terhadap produktivitas tanaman kelapa sawit yang rendah jika dibandingkan dengan produktifitas pada perusahaan perkebunan.
6.2.4.3 Penggunaan Pestisida dan Alat-alat Pertanian
Perubahan yang terjadi dalam penggunaan input pada kegiatan konversi tanaman perkebunan adalah pestisida. Pestisida digunakan untuk mengendalikan gulma didalam area perkebunan. Umumnya kegiatan pengendalian gulma dilakukan bertujuan untuk mengurangi kompetisi yang terjadi antara gulma dengan tanaman dalam penyerapan unsur hara, air dan sinar matahari, mempermudah dalam kegiatan pemanenan tanaman, mempermudah kontrol pemupukan sekaligus mengefektifkan aplikasi pemupukan, dan dapat menekan populasi hama dengan terjaganya sanitasi areal perkebunan. Pembersihan gulma atau tanaman penggangu biasanya dilakukan sebelum dilakukan kegiatan pemupukan tanaman.
Kegiatan pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanik dan kimia. Pengendalian secara mekanik dilakukan menggunakan tenaga manusia dengan bantuan alat, seperti parang, sabit dan cangkul. Pengendalian secara mekanik dengan membersihkan gulma dengan cara menebas, mencabut sebagian atau keseluruhan tanaman penggangu tersebut. sedangkan pengendalian secara kimia dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan kimia/herbisida. Herbisida yang biasa digunakan petani sampel dengan merk dagang Roundop. Frekuensi kegiatan penyiangan gulma, baik secara mekanis maupun kimia yang dilakukan oleh petani sampel karet rata-rata berkisar antara 2 – 3 kali dalam setahun, sedangkan petani sampel kelapa sawit melakukan penyiangan gulma rata-rata antara 4 – 5 kali setahun.
Selain pestisida, konversi tanaman menyebabkan sebagian perubahan pada penggunaan alat-alat pertanian, terutama alat-alat yang digunakan untuk kegiatan pemanenan. Karakteristik tanaman karet dengan kelapa sawit dalam kegiatan penen menyebabkan perbedaan dalam penggunaan alat panen. Pada tanaman karet bagian yang dipanen adalah kulit pohon sehingga hasil panen berupa getah karet, sedangkan tanaman kelapa sawit yang dipenen dalam bentuk tandan buah. Alat- alat pertanian yang biasa digunakan pada usaha tani karet berupa cangkul, parang, sabit, mangkok takaran pupuk, hand sprayer, dan pisau sadap. Peralatan pertanian yang digunakan pada usaha tani kelapa sawit, seperti cangkul, parang, sabit, takaran pupuk, garpu, gerobak, hand sprayer, dodos dan engrek. Rata-rata nilai penggunaan pestisida dan alat pertanian pada usaha tani karet dan kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 28.
Tabel 28 Rata-rata nilai penggunaan pestisida dan alat pertanian pada tanaman karet dan kelapa sawit di lokasi penelitian per hektar per tahun
Uraian Karet (Rp) Kelapa sawit (Rp)
Pestisida 361 350 443 437
Peralatan pertanian 823 093 642 958
Jumlah 1 184 443 1 086 395
Sumber : data primer (diolah) 2013
Tabel 28 menunjukkan bahwa penggunaan pestisida dalam kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit lebih besar nilainya jika dibandingkan dengan tanaman karet. Nilai rata-rata biaya pembelian pestisida yang dikeluarkan petani kelapa sawit sebesar Rp443 437/ha/tahun, sedangkan petani karet hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp361 350/ha/tahun. Besarnya biaya pemeliharaan
kelapa sawit untuk pembelian pestisida karena tanaman kelapa sawit relatif susah berkompetisi dengan tanaman gulma dalam hal penyerapan unsur hara dan air sehingga perkebunan kelapa sawit harus bersih dari gulma dan tanaman penggangu lainnya sampai natas umur tertentu. Nilai pembelian alat-alat pertanian yang digunakan pada usaha tani kelapa sawit relatif lebih sedikit dibandingkan dengan usaha tani karet. Hal ini dikarenakan beberapa alat pertanian pada waktu mengusahakan tanaman karet masih bisa dipergunakan lagi pada usaha tani kelapa sawit. Beberapa alat pertanian yang harus dibeli, terutama alat-alat untuk kegiatan pemanenan.