• 検索結果がありません。

Jepang yang sedangdocx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

シェア "Jepang yang sedangdocx"

Copied!
4
0
0

読み込み中.... (全文を見る)

全文

(1)

Masyarakat Jepang sedang menghadapi krisis jiwa

Prof. Dr. Yoshimichi Someya

Prof. Emeritus, Shizuoka University someya-y@po2.across.or.jp

Mengapa sering terjadi ijime?

Salah satu masalah sangat serius yang dihadapi Jepang ialah ijime atau mengganggu atau menggertak orang lemah. Gejala ini terlihat baik di kaum pekerja maupun di antara anak anak SMP dan SD di seluruh Jepang. Kejadian yang terjadi di suatu SMP di kota Otsu di kabupaten Shiga dekat Kyoto sedang didiskusikan di masyarakat Jepang. Seorang murid bunuh diri karena dia kena ijime oleh tiga orang temannya. Karena orang tuanya menuduh kejadian ini ke keadilan, kejadian sudah dikenal dan didiskusikan masyarakat Jepang.

Mengapa ijime ini terjadi? Kalau kita mengetahui ijime ini terlihat di mana saja di seluruh dunia pada masa ini, saya kira gejala ini pasti berkaitan dengan peradaban yang menekankan, mempercepatkan dan mempersempitkan manusia. Memang dunia ini semakin tambah kekuatan tekanannya kepada jiwa orang.

Mengapa banyak orang membuhuh diri?

Masyarakat seperti ini menambahakan pembunuhan diri. Menurut statistic WHO pada 2011 24.4 orang diantara 100.000 orang membunuh diri di Jepang. Angka ini adalah nomor 8 diantara 105 negara. Terutama orang laki laki yang berumur antara 55-64 banyak. Sebab bunuh diri ialah kelemahan atau kecapaian karena kerja banyak, kehilangan kerja, bangkrut, ijime dan sebagainya. Karena agama Budha dan agama Shinto yang masih kuat di Jepang tidak menghalangi bunuh diri maka bunuh diri di Jepang tidak akan berkurang. Tentang hal ini agama ini berbeda dengan agama Islam dan agama Kristen/katolik yang melarang bunuh diri.

Mengapa banyak orang Jepang tidak tegas jiwanya?

Walaupun di Jepang memang ada kebudayaan yang mempertegaskan/memperkuatkan jiwa dan mendorong semangat, kebudayaan itu cuma berkaitan dengan motifasi individu atau familinya saja. Kebudayaan

(2)

nya tidak berkaitan dengan agama yang mempengaruhi masyarakat umum. Agama Shinto dan agama Budha tidak mempertegaskan/memperkuatkan jiwa orang. Sifat ini lain sekali daripada agama Islam dan agama Kristen/Katolik. Sedangkan agama Islam dan agama Kristen/katolik mematuhi Tuhan sebagai Pencipta yang menciptakan alam dan manusia, agama Shinto dan agama Buddah tidak berkaitan dengan ciptaan alam dan manusia. Maka dari itu secara logika Pencipta pasti bertanggung jawab perjalanan alam dan manusia sebagai Pencipta atau pelindung perjalanan yang ditelusuri alam dan manusia, agama Shinto dan agama Budda secara logika tidak ikut tangggung jawab dengan perjalanan alam dan manusia. Penganut agama Shinto dan agama Budda mematuhi tuhan sebagai tuhan yang memberkati, melindungi dan memelihara manusia. Karena tuhan dari agama Shinto dan agama budha melindungi manusia, maka penganut dapat tahan kesulitan andaikata dia betul betul mempercayai tuhan. Tetapi kalau kita melihat gejala pertambahan pembunuh diri, kita dapat menyimpulkan bahwa pembunuh diri itu tidak sungguh sungguh mematuhi atau mempercayai tuhan. Dia percaya dirinya sendiri. Maka waktu dia putus asa, dia tidak bisa berjalan kehidupannya lagi.

Orang Jepang yang mempercayai teknologi dan science daripada agama Karena orang Jepang adalah penganut agama Shinto dan agama Buddha yang bersifat seperti itu, mereka mudah dapat mendekati secara bebas science dan teknologi dan akhirnya dapat memajukan industry yang membawa sukses dalam bidang materi. Banyak orang Jepang berkeyakinan hasil materi mengantarkan mereka ke keadaan bahagia. Tetapi perkiraan seperti itu baru disadari adalah salah. Banyak kejadian ijime dan pembunuh diri itu membuktikan.

Di belakang sukses bidang science, teknologi dan industry kita melihat kegagalan dalam usaha mempertegaskan/memperkuatkan jiwa orang Jepang. Jiwa mereka mudah jadi lemah. Mereka tidak bisa tahan kesusahan dalam kehidupan sehari hari. Sebetulnya atau seharusnya jiwa manusia itu dipertegaskan/diperkuatkan oleh agama tetapi di Jepang agama seperti itu tidak ada. Yang ada agama yang memberkati kalau diminta atau memandukan penganut ke nirwana dari kehidupan yang punuh kesulitan.

Dengan agama seperti itu orang orang tidak dapat hidup dengan semangat dan akhirnya menderita sakit jiwa saja. Andaikata tidak menderita sakit, mereka menderita kekosongan jiwanya. Boleh dikatakan orang Jepang

(3)

tidak bisa merasa kecukupan jiwa. Kelihatannya mereka adalah seolah olah burung yang terbang atas udara walaupun mereka tidak bisa terbang. Betul mereka cuma bisa berjalan diatas bumi saja.

Kadang kadang saya bertemu dengan orang Jepang yang sungguh sungguh ingin beragama. Mereka berkata bahwa mereka mempunyai kompleks terhadap orang sungguh menganut pada tuhan. Di antaranya ada yang datang ke Indonesia dan berkenalan orang Indonesia dan akhirnya kawin.

      Saya kira mesti ada banyak orang Jepang sepertinya tetapi sayangnya belum dikarniawi kesempatan bertemu dengan penganut yang sungguhnya.

Jepang sebagai negara yang pernah dikuasai suatu agama oleh pemerintah

Sebelum habis Perang Dunia kedua rakyat Jepang disuruh oleh pemerintah agar menganut tuhan yang menciptakan negara Jepang. Menurut teorinya Tuhan itu yang disebut Izanagi dan Izanami menciptakan negara Jepang. Sayangnya beliau tidak menciptakan manusia atau orang Jepang. Memang tuhan itu menciptakan negara Jepang dan melahirkan anak yang dinamakan Amaterasu Omikami yang jadi leluhur kaisar (Tenno). Akhirnya pemerintah Jepang mengajukan teori bahwa rakyat Jepang adalah anak anak dari Tenno maka secara logika anak anak dari tuhan, tetapi banyak orang tidak mempercayai teorinya.

Setelah habis Perang Dunia kedua orang Jepang terlepaskan dari teorinya dan perintah dari pemerintah Jepang. Mereka bisa menikmati kebebasan. Banyak orang Jepang tidak ingin ditekankan agama yang dibikin pemerintah. Oleh karena itu banyak orang tidak mudah menganut agama dan berusaha untuk mengakui dirinya sendiri. Banyak orang memperhatikan atau mengawasi agama. Terutama setelah kejadian Aum Shinrikyo banyak orang mencurigai agama. Bagi kebanyakan orang Jepang agamanya jauh dari kehidupan sehari hari. Cuma pada hari raya seperti hari ulang tahun saja mereka ingat agama. Artinya setiap hari mereka hidup didalam kebudayaan yang menghindari agama. Disini timbul masalah jiwanya. Sebelum Perang Dunia Kedua dan sesudah Perang Dunia Kedua bersama sama orang Jepang tidak bahagia.

Banyak guru guru SD dan SMP berkata bahwa anak anak yang melakukan ijime itu sayang sekali diperihara didalam keadaan tanpa kesadaran

(4)

peraturan dan rasa patut/benar. Artinya mereka tidak mengetahui cara pelakuan yang semestinya. Kebanyakan anak anak mengetahui peraturannya dan mempunyai rasa patut/benar tetapi saya yakin mereka tidak tahu inti yang tersembunyi didalam peraturannya. Ini karena kurang dididikkan alasan atau dasar peraturan dan rasa patut/benar. Guru guru saja tidak mengetahui agamanya. Mereka mengajar para muridnya tanpa filsafat yang didasarkan agama.

Kalau kita membandingkan orang Jepang dengan orang Indonesia, jelas sekali kita menyadari perbedan antaranya. Saya mengusulkan masyarakat Jepang melihat masyarakat Indonesia sebagai teladan.

Simpulan

Masalah ‘penyakit’ jiwa yang dihadapi orang Jepang semakin serius karena masyarakat Jepang semakin cepat berubah. Perubahan cepat ini diakibatkan karena masyarakat Jepang terlibat dalam persaingan antara para negara. Walaupun pelarutannya jelas ada, tetapi tidak gampang diterapkan ke masyarakat Jepang karena masih ingin ikut persaingan tersebut.

Andaikata masalah semacam ini terlihat dimana saja dan terus tambah saja, nanti seluruh dunia akan menderita kesusahan yang sangat serius. Saya berdoa jangan sampai terjadi sengsaranya.

参照

関連したドキュメント

Key words: Dunkl an Gaudin elements, Dynamical Yang–Baxter relations; small quan- tum cohomology of flag varieties; Schubert, Grothendieck, Schröder, Ehrhart and Tutte

Yang, Some growth relationships on factors of two composite entire functions, Factorization Theory of Meromorphic Functions and Related Topics, Marcel Dekker Inc.. Sato, On the rate

Differentiable vector bundles with anti-self-dual Yang-Mills con nections on a compact Riemannian manifold {X, g) of real dimension 4. The moduli space is

YANG, Some further results on the zeros and growths of entire solutions of second order linear differential equations, Ko- dai Math. WANG, The possible orders of solutions of

We show the existence of a non-trivial solution to this equation over compact Kähler manifolds as well as a short time existence of a related negative Yang-Mills bar gradient flow..

The study of Yang-Mills-Higgs equations within the framework of the geomet- rical structure of ˜ S (2) (M )-bundle that contains the one-dimensional fibre as an internal deformed

The fact that the entwining maps which were presented in this Section preserve two invariants in separated variables, enable us to introduce appropriate potentials (as shown in [44,

The torsion free generalized connection is determined and its coefficients are obtained under condition that the metric structure is parallel or recurrent.. The Einstein-Yang